Rabu, 29 April 2015

Sebuah Budayakah Kawin di Bawah Umur dan Perceraian ?


Kawin di Bawah Umur dan Perceraian Sebuah Budayakah?


Aku adalah seorang pengelana, kudaku impor dari Jepang. Dari kota ke kabupaten, lalu ke kota kecamatan, semuanya aku lewati. Masuk dusun keluar dusun, masuk desa keluar desa, masuk gang keluar gang, masuk lobang keluar lobang yang masih belum aku lakukan.
Aku tak pandai untuk berdalil-dalil, yang kutahu hanya menuliskan kata-kata. Banyak kejadian dimasyarakat kita, baik masyarakat kalangan bawah hingga masyarakat kalangan atas. Ketika malam hari, anak gadis di kampung-kampung bergadang di bawah pohon jambu atau dibalik batang pisang atau di jalan menuju sawah. Dan akhirnya kecelakaan mereka bilang.
Jika di kota-kota, mereka mojok di gang-gang, di kafe-kafe, diskotik atau di karaoke, dan bahkan di hotel-hotel. Dan akhirnya mereka main sepak bola, “GOOOLLL”. Di televisi banyak pemberitaan yang menyorot kawin di bawah umur dan perceraian. Perceraian dikalangan para artis sangat banyak sekali, semua itu bagaikan virus yang terus merebak (menular) ke mana-mana. Di kampung-kampung, atau di kota-kota juga sama, kasus perceraian banyak sekali. Seolah-olah mereka menganggap perkawinan sebuah permaian. Incak-an kawin dalam bahasa Sambas, sewaktu masih kecil dengan membuat pondok dari daun pisang di belakang rumah.
Secara bahasa (etimologi), nikah mempunyai arti mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan, atau bersenggama (wath’i). Dalam istilah bahasa Indonesia, nikah sering disebut dengan “kawin”.
Perkawinan atau pernikahan adalah: “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita dalam suatu rumah tangga berdasrkan kepada tuntunan agama”. Ada juga yang mengartikan: “Suatu perjanjian atau aqad (ijab dan qabul) antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan badaniyah sebagaimana suami istri yang sah yang mengandung syarat-syarat dan rukun-rukun yang ditentukan oleh syariat Islam”.
Sedangkan perceraian atau talak adalah: “Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”. Abu Zakaria Al-Ansari dalam kitabnya “Fath Al-Wahhab” menyatakan bahwa talak atau perceraian adalah: “Melepas tali aqad nikah dengan talak dan semacamnya”
Para artis menjadi panutan bagi pendukungnya, mereka sangat mengidolakan seleb-selebnya (artis-artis)nya. Hingga mereka lupa pada suritauladan atau panutan yang terbaik di dunia ini, yaitu “Rasulullah SAW” dan “SITI AISYAH ra”.
Kini, banyak sekali para remaja yang kawin muda, atau kawin di bawah umur. Para aparatur desa tidak berani untuk membuatkan mereka Surat Nikah Resmi dari Negara (KUA). Karena mereka belum cukup usia, masih bau kencur, tapi sudah nyeb-bur. Begitu juga dengan kasus perceraian, dan bahkan yang mau cerai itu semua sudah lanjut usia, sudah punya anak, punya cucu, atau cicit. Entah apa problema rumah tangga mereka, kita semua tidak tahu apa yang mereka rasakan atau mereka alami. Hinggakan pihak PA (Pengadilan Agama) menjadi kesulitan untuk memutuskan perkara mereka.
Dilakukanlah mediasi, di ruang mediasi agar mereka tidak cerai atau pisah, teman-teman, keluarga, sanak saudara, mendo’akan agar mereka tetap bersama. Akan tetapi keputusan mereka sudah bulat, yaitu “CERAI”.
Yang KAWIN DI BAWAH UMUR, sedangkan yang CERAI lebih UMUR. Akhirkata, “KAWIN DI BAWAH UMUR DAN PERCERAIAN, SEBUAH BUDAYAKAH?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar