Kawin di Bawah Umur dan Perceraian Sebuah
Budayakah?
Aku adalah seorang pengelana,
kudaku impor dari Jepang. Dari kota ke kabupaten, lalu ke kota kecamatan,
semuanya aku lewati. Masuk dusun keluar dusun, masuk desa keluar desa, masuk
gang keluar gang, masuk lobang keluar lobang yang masih belum aku lakukan.
Aku tak pandai untuk
berdalil-dalil, yang kutahu hanya menuliskan kata-kata. Banyak kejadian
dimasyarakat kita, baik masyarakat kalangan bawah hingga masyarakat kalangan
atas. Ketika malam hari, anak gadis di kampung-kampung bergadang di bawah pohon
jambu atau dibalik batang pisang atau di jalan menuju sawah. Dan akhirnya
kecelakaan mereka bilang.
Jika di kota-kota, mereka
mojok di gang-gang, di kafe-kafe, diskotik atau di karaoke, dan bahkan di hotel-hotel.
Dan akhirnya mereka main sepak bola, “GOOOLLL”. Di televisi banyak pemberitaan
yang menyorot kawin di bawah umur dan perceraian. Perceraian dikalangan para
artis sangat banyak sekali, semua itu bagaikan virus yang terus merebak (menular) ke mana-mana. Di
kampung-kampung, atau di kota-kota juga sama, kasus perceraian banyak sekali.
Seolah-olah mereka menganggap perkawinan sebuah permaian. Incak-an kawin dalam
bahasa Sambas, sewaktu masih kecil dengan membuat pondok dari daun pisang di
belakang rumah.
Secara bahasa (etimologi), nikah mempunyai arti
mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan, atau bersenggama (wath’i). Dalam
istilah bahasa Indonesia, nikah sering disebut dengan “kawin”.
Perkawinan atau pernikahan
adalah: “Ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita dalam suatu rumah tangga berdasrkan kepada tuntunan
agama”. Ada juga yang mengartikan: “Suatu
perjanjian atau aqad (ijab dan qabul) antara seorang laki-laki dan perempuan
untuk menghalalkan hubungan badaniyah sebagaimana suami istri yang sah yang
mengandung syarat-syarat dan rukun-rukun yang ditentukan oleh syariat Islam”.
Sedangkan perceraian atau
talak adalah: “Melepaskan tali perkawinan
dan mengakhiri hubungan suami istri”. Abu Zakaria Al-Ansari dalam kitabnya
“Fath Al-Wahhab” menyatakan bahwa talak atau perceraian adalah: “Melepas tali aqad nikah dengan talak dan
semacamnya”.
Para artis menjadi panutan
bagi pendukungnya, mereka sangat mengidolakan seleb-selebnya (artis-artis)nya.
Hingga mereka lupa pada suritauladan atau panutan yang terbaik di dunia ini,
yaitu “Rasulullah SAW” dan “SITI AISYAH ra”.
Kini, banyak sekali para
remaja yang kawin muda, atau kawin di bawah umur. Para aparatur desa tidak
berani untuk membuatkan mereka Surat Nikah Resmi dari Negara (KUA). Karena mereka
belum cukup usia, masih bau kencur, tapi sudah nyeb-bur. Begitu juga
dengan kasus perceraian, dan bahkan yang mau cerai itu semua sudah lanjut usia,
sudah punya anak, punya cucu, atau cicit. Entah apa problema rumah tangga
mereka, kita semua tidak tahu apa yang mereka rasakan atau mereka alami. Hinggakan
pihak PA (Pengadilan Agama) menjadi kesulitan untuk memutuskan perkara mereka.
Dilakukanlah mediasi, di ruang
mediasi agar mereka tidak cerai atau pisah, teman-teman, keluarga, sanak
saudara, mendo’akan agar mereka tetap bersama. Akan tetapi keputusan mereka
sudah bulat, yaitu “CERAI”.
Yang KAWIN DI BAWAH UMUR,
sedangkan yang CERAI lebih UMUR. Akhirkata, “KAWIN DI BAWAH UMUR DAN
PERCERAIAN, SEBUAH BUDAYAKAH?”