Rabu, 20 Mei 2015

ELSA HARIANI FIRNIAWATY BAB II


BAB II
PENGARUH HASIL PEMBELAJARAN AL-QURAN
TERHADAP PRESTASI BELAJAR JARLISTUNG
DI PAUD PONDOK BELAJAR BUKIT BATU SINGKAWANG

A. Pembelajaran Al - Qur’an di Taman Pendidikan Al-Qur’an TPQ

1. Pengertian Al- Qur’an
Kata qur’an, dari segi istiqaq-nya, terdapat pandangan dari beberapa ulama, antara lain sebagaimana yang terungkap dalam kitab Al-Madkhal li Dirosah Al- Qur’an -Karim19, sebagai berikut:

a. Qur’an adalah masdhar dari kata kerja آرق berarti “bacaan.” Kata ini selanjutnya berarti kitab suci yang diturunkan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW., pendapat ini berdasarkan firman Allah SWT (QS. Al-Qiyamah, 75:18) “Apabila kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaannya”. Pendapat seperti ini diantaranya dianut Al-Lihyan (W 215 H).

b. Qur’an adalah kata sifat dari Al-Qar’u yang berarti al-jam’u (kumpulan). Selanjutnya kata ini digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, karena Al- Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat, memuat kisah-kisah, perintah dan larangan, dan menmgumpulkan intisari dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Pendapat ini dikemukakan Al-Zujaj (W. 311 H). 19 Said Agil Husain Al Munawar, Al-qur’an; Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. (Jakarta,Ciputat Press, 2002), Hal. 4

c. Kata Al- Qur’an adalah isim alam, bukan kata beuntukan dan sejak awal digunakan sebagaimana bagi kitab suci umat Islam. Pendapat ini diriwayatkan dari imam Syafi’i (W. 204 H). Menurut Abu Syubhah, dari ketiga pendapat diatas yang paling tepat adalah pendapat yang pertama. Yakni Al- Qur’an dari segi istyqaq-nya adalah beuntuk masdar dari kata qara’a. Dari segi istilah, para pakar mendefinisikan Al-Qur’ansebagai berikut: Menurut Manna’ Al-Qhattan, Al- Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Dan membacanya adalah ibadah. Term kalam sebenarnya meliputi seluruh perkataan, namun istilah itu disandarkan (diidafahkan ) kepada Allah (kalamullah), maka tidak termasauk dalam istilah Al- Qur’an. perkataan yang selain dari Allah, seperti perkataan manusia jin dan malaikat. Dengan rumusan yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Berarti tidak termasuk kepada segala sesuatu yang diturunkan kepada para nabi sebelum nabi Muhammad SAW. seperti zabur, taurat dan injil. Selanjutnya dengan denagn rumusan “membacanya adalah ibadah “ maka tidak termasuk hadist-hadist nabi. Al- Qur’an diturunkan oleh Allah dengan lafalnya. Membacanya adalah perintah, karena itu membaca alqur’an adalah ibadah.

2. Pengertian Pembelajaran al- Qur’an
Pembelajaran berasal dari kata “belajar” yang mendapat awalan pe dan akhiran an. Keduanya (pe-an) termasuk konfiks nominal yang bertalian dengan perfiks verbal “me” yang mempunyai arti proses.20 Menurut Arifin, belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu.21 Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, maka keberhasilan belajar terletak pada adanya perubahan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan adanya ciri-ciri belajar, yakni:

1. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baik aktual maupun potensial.
2. Perubahan tersebut pada pokoknya berupa perubahan kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama.
3. Perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha.22 Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun yang meliputi unsure-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan 20 DEPDIKBUD RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta Balai Pustaka, 2000), Hal 664. 21 M. Arifin. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Sekolah Dengan di Rumah Tangga, Jakarta, Bulan Bintang, 1976), Hal 172. 22 Muhaimin. Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya, Citra Media Karya Anak Bangsa, !996), Hal. 44. prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.23 Muhaimin dkk, pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa.24 Sedangkan menurut Suyudi, pembelajaran adalah salah satu proses untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan pengetahuan adalah salah satu cara untuk memperoleh kebenaran/nilai, sementara kebenaran adalah pernyataan tanpa keragu-raguan yang dimulai dengan adanya sikap keraguan terlebih dahulu.25 Sedangakan mengenai pengertian Al-Qur’anpenulis mengutip pendapat Quraisy Shihab, bahwa Al-Qur’anbiasa didefinisikan sebagai “firman-firman Allah yang disampaikan oleh Malikat Jibril AS. sesuai redaksinya kepada nabi Muhammad SAW. dan diterima oleh umat secara tawatur”.26 Dan mengenai pengertian Al-Qur’anmenurut para ahli akan dibahas dalam bab tersendiri. Jadi dari ketiga pengertian istilah tersebut diatas, maka yang dimaksud dengan strategi pembelajaran Al-Qur’anadalah langkah-langkah yang tersusun secara terencana dan sistematis dengan menggunakan teknik dan metode tertentu dalam proses pembelajaran Al-Qur’anuntuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
B. Taman Pendidikan Al Qur’an
1. Pengertian Taman Pendidikan Al Qur’an
23 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajara, (Jakarta, Bumi Aksara, 2003), Hal. 57.
24 Muhaimin dkk. op.cit hal 99.
25 Dalam pembahasan ini Katsoff menggunakan istilah metode perolehan pengetahuan,
sedangkan Jujun S. Sumantri menggunakan istilah sumber-sumber pengetahuan. (dalam Suyudi.
Pendidikan Dalam Perspektif Al-qur’an ( Yogyakarta, Mikroj, 2005), Hal. 122.
26 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-qur’an, (Bandung, Mizan 2003), Hal. 43.
Taman pendidikan Al Qur’an (TPQ) adalah lembaga pendidikan
pengajaran Islam untuk anak-anak usia 7-12 tahun, yang dijadikan santri
agar mampu membaca Al Qur’an dengan benar sekali sesuai dengan ilmu
tajwid sebagai target pokoknya. (Humam, 1991:11)
Sesuai dengan namanya, TPQ maka penekanan pengajaran pada
pengenalan huruf Al Qur'’n dan kegemaran untuk membaca Al Qur’an.
TPQ ini mempunyai peran yang cukup besar dalam rangka pembentukan
kepribadian naka yang bertaqwa kepada Allah serta berbudi luhur.
2. Dasar dan Tujuan Taman Pendidikan Al Qur’an
Dasar didirikannya TPQ adalah Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Agama RI No. 128 tahun 1982 / No. 44 tahun 1982 tentang
usaha peningkatan kemampuan penghayatan dan pengamalan Al Qur’an
dalam kehidupan sehari-hari.
Yang menjadi tujuan dalam rangka memberikan bekal dasar bagi
anak-anak untuk menjadi generasi yang mencintai Al Qur’an menjadi
bacaan dan pandangan hidup antara lain :
1) Anak dapat membaca Al Qur’an dengan lancar dan benar sesuai
dengan ilmu tajwid
2) Anak hafal beberapa bacaan surat pendek
3) Anak hafal beberapa ayat pilihan
4) Anak hafal beberapa do’a harian
5) Anak dapat melakukan ibadah dengan baik dan dapat berakhlak mulia
dan mempunyai jiwa senang dan semangat dalam Islam.
(Idris, 1991:13)
3. Program Pendidikan Taman Pendidikan Al Qur’an
Kurikulum yang lazimnya disebut GBPP adalah program pengajaran
secara garis besar yang memuat bahan pengajaran yang harus diikuti oleh
santri dalam jangka waktu tertentu, dengan mengikuti metode, sarana serta
sumber untuk mencapai tujuan tertentu.
GBPP TPQ terdiri dari 2 paket, yaitu :
1. Kurikulum paket A
(Paket Iqro’ dan materi hafalan)
2. Kurikulum paket B
(Paket tadarus Al Qur’an)
Kedua paket tersebut dilaksanakan, paket A dan paket B ditempuh
dalam waktu masing-masing selama 5-8 bulan.
FORMAT GBPP TPQ
Bahan
Tujuan Pengajaran Program
Pengajar
an
TIU
PB Uraian Bulanan Mingguan
Metode
Sasaran
Evaluasi
Menyiaplan bekal bagi tercapainya generasi
sholeh dan sholehah, bertaqwa, berbakti pada
orang tua, agama, nusa dan bangsa
- Anak dapt membaca Al Qur’an dengan baik
dan lancar serta benar menurut ilmu tajwid
- Hafal do’a sehari-hari
- Hafal doa aholat dll.
Materi pokok : Iqro’ jilid I-VI
Materi penunjang :
- Hafalan do’a-do’a shalat
- 12 do’a sehari-hari
- 6 ayat pilihan
1 tahun
2 semester
3 hari
(tiga kali pertemuan)
Klasikal atau individu / private
Buku Iqro’ atau alat peraga
Mengulangi materi yang telah diajarkan
Jumlah komponen yang tertera dalam format kurikuler di atas
merupakan suatu sistem, artinya satu kesatuan yang terdiri dari beberapa
unsur/komponen yang satu sama lainnya saling berinteraksi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu, terutama bila sudah
diterapkan dalam lapangan.
Kurikulum TPQ menyusun program kerja yang terbentuk dalam
beberapa bagian yaitu :
1) Program kerja bulanan (paket bulanan) serta evaluasi proses belajar
mengajar di TPQ
2) Program kerja mingguan TPQ
3) Program kerja harian
(Idris, 1991:30)
Ketiga program tersebut dimaksudkan sebagai :
1) Keterangan mengenai sub pokok bahasan agar sesuai dengan tujuan
(GBPP) dengan dikembangkan lebih terperinci
2) Pengaruh TIU kepada tujuan instruksi khusus
3) Tolok ukur mengetahui faktor yang mendukung dan faktor yang
menghambat
4. Metode Pembelajaran Al-Qur’an di TPQ
Dalam proses pembelajaran, metode mempunyai peranan sangat
penting dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Secara umum,
menurut Husni Syekh Ustman, terdapat 3 (tiga) asas pokok yang harus
diperhatikan guru dalam rangka mengajar bidang studi apapun, yaitu:
a. Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang telah dikenal santri hingga
kepada hal-hal tidak diketahui sama sekali.
b. Pembelajaran dimulai dari hal yang termudah hingga hal yang tersulit,
c. Pembelajaran dimulai dari yang sederhana dan ringkas hingga hal-hal
yang terperinci.27
Adapun metode pembelajaran Al-Qur’anitu banyak sekali macamnya,
antara lain sebagai berikut:
a. Metode Jibril
Pada dasarnya, terminologi (istilah) metode jibril yang digunakan
sebagai nama dari pembelajaran Al-Qur’an yang diterapkan di PIQ
Singosari Malang, adalah dilatar belakangi perintah Allah SWT. Kepada
Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti bacaan Al-Qur’an yang telah
27 H.R. Taufiqurrahman. MA. Metode Jibril Metode PIQ-Singosari Bimbingan KHM.
Bashori Alwi, (Malang, IKAPIQ Malang, 2005), Hal. 41
diwahyukan oleh Malikat Jibril, sebagai penyampai wahyu. Menurut KH.
M. Bashori Alwi (dalam taufiqurrohman), sebagai pencetus metode jibril,
bahwa teknik dasar metode jibril bermula dengan membaca satu ayat atau
waqaf, lalu ditirukan oleh seluruh orang-orang yang mengaji. Guru
membaca satu dua kali lagi yang kemudian ditirukan oleh orang-orang
yang mengaji. Kemudian guru membaca ayat atau lanjutan ayat
berikutnya, dan ditirukan oleh semua yang hadir. Begitulah seterusnya
sehingga mereka dapat menirukan bacaan guru dengan pas.28
Di dalam metode jibril sendiri terdapat dua (2) tahap, yaitu tahqiq dan
tartil.
1. Tahap tahqiq adalah pembelajaran membaca alqur’an dengan pelan
dan mendasar. Tahap ini dimulai dengan pengenalan huruf dan suara,
hingga kata dan kalimat. Tahap ini memperdalam artikulasi
(pengucapan) terhadap sebuah huruf secara tepat dan benar sesuai
dengan makhroj dan sifat-sifat huruf.
2. Tahap tartil adalah tahap pembelajaran membaca Al-Qur’andengan
durasi sedang bahkan cepat sesuai dengan irama lagu. Tahap ini
dimulai dengan pengenalan sebuah ayat atau beberapa ayat yang
dibacakan guru, lalu ditirukan oleh para santri secara berulang-ulang.
Di samping pendalaman artikulasi dalam tahap tartil juga
diperkenalkan praktek hukum-hukum ilmu tajwid seperti: bacaan mad,
28 Ibid., hal 11-12.
waqaf dan ibtida’, hukum nun mati dan tanwin, hukum mim mati dan
sebagainnya.
Dengan adanya 2 tahap (tahqiq dan tartil) tersebut maka metode jibril
dapat dikategorikan sebagai metode konvergensi (gabungan) dari metode
sintesis (tarkibiyah) dan metode analisis (tahliliyah). Artinya, metode jibril
bersifat komprehensif karena mampu mengakomodir kedua macam
metode membaca. Karena itu metode jibril bersifat fleksibel, dimana
metode jibril dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi, sehingga
mempermudah guru dalam menghadapi problematika pembelajaran Al-
Qur’an29
b. Metode Al-Baghdadi
Metode Al-Baghdady adalah metode tersusun (tarkibiyah),
maksudnya yaitu suatu metode yang tersusun secara berurutan dan
merupakan sebuah proses ulang atau lebih kita kenal dengan sebutan
metode alif, ba’, ta’. Metode ini adalah metode yang paling lama muncul
dan digunakan masyarakat Indonesia bahkan metode ini juga merupakan
metode yang pertama berkembang di Indonesia. Buku metode Al-
Baghdady ini hanya terdiri dari satu jilid dan biasa dikenal dengan sebutan
Al-Qur’an kecil atau Turutan. Hanya sayangnya belum ada seorangpun
yang mampu mengungkap sejarah penemuan, perkembangan dan metode
pembelajaranya sampai saat ini.
29 Ibid. Hal 21.
Cara pembelajaran metode ini dimulai dengan mengajarkan huruf
hijaiyah, mulai dari alif sampai ya’. Dan pembelajaran tersebut diakhiri
dengan membaca juz ‘Amma. Dari sinilah kemudian santri atau anak didik
boleh melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi yaitu pembelajaran Al-
Qur’an besar atau Qaidah Baghdadiyah.
c. Metode Iqra’
Metode Iqra’ adalah suatu metode membaca Al-Qur’an yang
menekankan langsung pada latihan membaca. Adapun buku panduan Iqra’
terdiri dari 6 jilid dimulai dari tingkat yang sederhana, tahap demi tahap
sampai pada tingkatan yang sempurna.
Metode Iqra’ disusun Oleh Ustad As’ad Human yang berdomisili di
Yogyakarta. Kitab iqra’ dari keenam jilid tersebut di tambah satu jilid lagi
yang berisi tentang do’a-do’a. Buku metode Iqra’ ada yang tercetak dalam
setiap jilid dan ada yang tercetak dalam enam jilid sekaligus. Dimana
dalam setiap jilid terdapat petunjuk pembelajaranya dengan maksud
memudahkan setiap orang yang belajar maupun yang mengajarkan Al-
Qur’an
Metode Iqra’ ini termasuk salah satu metode yang cukup dikenal di
kalangan masyarakat karena proses penyebarannya melalui banyak jalan,
seperti melalui jalur (DEPAG) atau melalui cabang-cabang yang menjadi
pusat Iqra’.
Adapun metode ini dalam prakteknya tidak membutuhkan alat yang
bermacam-nacam, karena hanya ditekankan pada bacaannya (membaca
huruf Al-Qur’an dengan fasih). Dalam metode ini sistem CBSA (Cara
Belajar Santri Aktif).30
1) Prinsip dasar metode Iqra’ terdiri dari beberapa tingkatan pengenalan.
a) Tariqat Asantiyah (penguasaan atau pengenalan bunyi)
b) Tariqat Atadrij (pengenalan dari mudah kepada yang sulit)
c) Tariqat muqaranah (pengenalan perbedaan bunyi pada huruf yang
hampir memiliki makhraj sama).
d) Tariqat Lathifathul Athfal (pengenalan melalui latihan-latihan)
2) Sifat metode iqra’
Bacaan langsung tanpa di eja. Artinya tidak diperkenalkan nama-nama
huruf hijaiyah dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) dan lebih bersifat
individual.31
d. Metode An-Nahdliyah
Metode An-Nahdliyah adalah salah satu metode membaca Al-Qur’an
yang muncul di daerah Tulungagung, Jawa Timur. Metode ini disusun
oleh sebuah lembaga pendidikan Ma’arif Cabang Tulungagung. Karena
metode ini merupakan metode pengembangan dari metode Al-Baghdady
maka materi pembelajaran Al-Qur’an tidak jauh berbeda dengan metode
Qiro’ati dan Iqra’. Dan yang perlu diketahui bahwa pembelajaran metode
An-Nahdliyah ini lebih ditekankan pada kesesuaian dan keteraturan
30 As'ad, Human, Cara cepat Belajar Membaca Al-Qur'an.AMM (Yogyakarta, Balai
Litbang LPTQ. Nasional Team tadarrus, 2000) Hal.1
31 Mukhtar. Materi Pendidikan Agama Islam. (Jakarta, Direktorat Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam: Universitas Terbuka 1996) Hal. 6
bacaan dengan ketukan atau lebih tepatnya pembelajaran Al-Qur’an pada
metode ini lebih menekankan pada kode “ketukan”.
Dalam pelaksanaan metode ini mempunyai dua program yang harus
diselesaikan oleh para santri, yaitu :
a. Program buku paket, yaitu program awal sebagai dasar pembekalan
untuk mengenal dan memahami serta memperaktekkan membaca Al-
Qur’an Program ini dipandu dengan buku paket “cepat tanggap belajar
Al- Qur’an Hadits”
b. Program sorogan Al- Qur’an Hadits, yaitu program lanjutan sebagai
aplikasi praktis untuk menghantarkan santri mampu membaca Al-
Qur’an sampai khatam.
Metode ini memang pada awalnya kurang dikenal dikalangan
masyarakat karena buku paketnya tidak dijual bebas dan bagi yang ingin
menggunakannya atau ingin menjadi guru atau ustad-ustadzah pada
metode ini harus sudah mengikuti penataran calon ustadz metode An-
Nahdliyah.32
Dalam program sorogan Al-Qur’an ini santri, akan diajarkan
bagaimana cara-cara membaca Al-Qur’an yang sesuai dengan sistem
bacaan dalam membaca Al-Qur’an Dimana santri langsung praktek
membaca Al-Qur’an besar. Disini santri akan diperkenalkan beberapa
sistem bacaan, diantaranya adalah sebagai berikut:
32 Maksum Farid dkk.1992. Cepat Tanggap Belajar Al-Qur'an An-Nahdhiyah. (Tulungagung.
LP Ma'arif, 1992) Hal 9
a. Tartil, yaitu membaca Al-Qur’andengan pelan dan jelas sekiranya
mampu diikuti oleh orang yang menulis bersamaan dengan yang
membaca.
b. Tahqiq, yaitu membaca Al-Qur’andengan menjaga agar bacaannya
sampai pada hakikat bacaannya. Sehingga makharijul huruf, sifatul
huruf dan ahkamul huruf benar-benar tampak dengan jelas. Adapun
tujuannya adalah untuk menegakkan bacaan Al-Qur’ansampai
sebenarnya tartil. Jadi dapat dikatakan bahwa setiap tahqiq mesti
tartil, tetapi bacaan tartil belum tentu tahqiq.
c. Taghanni, yaitu sistem bacaan dalam membaca Al-Qur’anyang
dilagukan dan memberi irama.33
e. Metode Al-Barqi
Metode Al-Barqi atau metode SAS (Struktur Analitik Sintetik)
menurut Mukhtar adalah sebagai berikut34:
1) Pengenalan dan pengamatan secara keseluruhan (struktur) secara
sepintas maksudnya yaitu melihat atau pengenalan dan pengamatan
secara umum.
2) Pengenalan dan pengamatan lebih jauh (Analitik) sampai bagianbagian
tertentu, maksudnya yaitu melihat dan menganalisis bagianbagian
yang terdapat dalam struktur kalimat.
33 Ibid. Hal 4
34Mukhtar, Materi Pendidikan Agama Islam., (Jakarta, Direktorat Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam: Universitas Terbuka 1995) Hal: 22-23.
Pengenalan secara mendalam (sintetik) sehingga dapat memahami
maksudnya yaitu mengenal fungsi dan kegunaan akan bagian-bagian itu
dalam hubungan struktural sehingga dapat merangkai, memasang dan
menyatukan kembali seperti semula.
f. Metode Qiro’ati
Metode Qiro’ati adalah suatu metode membaca Al-Qur’anyang
langsung memperaktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
Adapun dalam pembelajaranya metode Qiroaty, guru tidak perlu memberi
tuntunan membaca, namun langsung saja dengan bacaan yang pendek, dan
pada prinsipnya pembelajaran Qiroati adalah:
1) prinsip yang dipegang guru adalah Ti-Wa-Gas (Teliti, Waspada dan
Tegas).
2) Teliti dalam memberikan atau membacakan contoh
3) Waspada dalam menyimak bacaan santri
4) Tegas dan tidak boleh ragu-ragu, segan atau berhati-hati, pendek kata,
guru harus bisa mengkoordinasi antara mata, telinga, lisan dan hati.
5) Dalam pembelajaran santri menggunakan sistem Cara Belajar Santri
Aktif (CBSA) atau Lancar, Cepat dan Benar (LCTB).35
g. Metode Nurul Hikmah
Metode Nurul Hikmah merupakan pengembangan dari metode An-Nur
yang ditemukan pertama kali oleh Ust.Drs. Rosyadi, .Kemudian , pada
tahun 1998 di mulai pengembangannya di Malaysia. Mula-mula hanya
35 Zarkasyi. 1987. Merintis Qiroaty pendidikan TKA. (Semarang). Hal 12-13.
berupa tulisan sebanyak tiga lembar kertas folio. Berkat masukan dari Ust.
Ajid Muhsin dan Ust. Benny Djayadi ditambah dari hasil pengalaman di
lapangan, akhirnya berhasil menuliskannya kedalam sebuah buku setebal
50 halaman. (kini diterbitkan dan dipergunakan di Malaysia).
Di Malaysia, cara belajar Al-Qur’an ini di namakan metode Nurul
Hikmah karena dua alasan: pertama, disana sudah ada metode belajar Al-
Qur’an dengan nama An-Nur. Kedua, disana telah dibuat beberapa
modifikasi, sehingga tidak lagi seratus persen sama dengan metode asal.
Berkat bantuan Datok dari. Ma’amor Osman, Sekjen lembaga
konsumen Malaysia, dan di perkenalkan kepada Datok Hasyim Yahya,
Mufti wilayah persekutuan Kuala Lumpur. Selanjutnya diijinkan untuk
mengajar metode ini kepada beberapa orang muallaf yang berasal dari
Philipina, Thailand, Cina, dan India di pusat pembinaan mu’allaf, JAWI
(Jabatan Agama Islam Wilayah Persekutuan).
Di dalam metode ini mempunyai tiga langkah dalam belajar Al-
Qur’an antara lain sebagai berikut: (1) Mengenal huruf hijaiyah; (2).
Membaca Kalimah; (3) Bacaan Al-Qur’an36
36Hamim Thohari, 2002: 13
C. Pembelajaran al- Qur’an Hadits di Sekolah
1. Kendala yang Dihadapi Guru Al Qur’an Hadits
Berbicara tentang pekerjaan dengan segala resikonya, maka
menjadi gurupun terdapat suka dukanya. Suka ketika siswa mengerti
dan memahami serta mengamalkan materi yang telah disampaikan.
Duka ketika guru dihadapkan pada kenyataan adanya murid
bandel, nakal, kurang memperhatikan keterangan atau ada sarana dan
prasarana yang kurang memadai. Yang tak kalah sukanya bila guru
mengetahui bahwa muridnya menjadi juara atau berhasil lulus dengan
nilai yang cukup baik. Sebaliknya guru akan gelisah jika anak didiknya
ada yang tidak lulus ujian.
Beberapa kendala atau problem yang dihadapi oleh guru, antara
lain adalah :
a) Dengan adanya kurikulum 1994 yaitu dengan menyeimbangkan
antara ranah kognitif, efektif dan psikomotorik, maka seorang guru
dalam menyajikan materi pelajaran seharusnya menuju sasaran
tersebut. Tetapi kenyataannya masih banyak guru yang kurang
berani untuk menuju dan mencapai ketiga ranah tersebut,
melainkan hanya mengutamakan sebagian ranah saja, terutama
ranah kognitif. Sehingga dengan demikian anak kurang mendapat
bimbingan yang bersifat efektif dan psikomotorik.
b) Bermacam-macam sifat dan karakter serta pendidikan yang
dimiliki oleh seorang guru disamping kwalitas iman dan taqwa
yang bereda, selain itu mereka belum mampu menunjukkan sikap
dan kepribadian sebagai orang muslim yang sejati, sebab masih
sering melangar norma-norma Islam, padahal ia jadi anutan bagi
anak didiknya.
c) Kurang adanya rasa pengabdian yang tinggi dalam melaksanakan
tugas sebagai pendidik sehingga cenderung menghitung nilai dari
nilai material kemanusiaan. Akhinya menyebabkan menurunnya
moral kerja, apalagi hal tersebut didukung dengan adanya latar
belakang ekonomi yang serba pas pasan, sehingga menyebabkan
tidak jarang guru yang menyita jam efektifnya untuk digunakan
kerja demi untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Bila hal ini
benar-benar terjadi, maka pendidik yang demikian akan
menimbulkan dampak negatif, baik pada agama, maupun pada
bangsa dan negara.
Anak Didik dan Problemnya
Anak didik merupakan obyek utama dalam pendidikan dimana
pendidikan berusaha membawa anak didiknya yang semula serba tak
berdaya, selalu menguntungkan pada orang lain menuju pada keadaan
dimana anak didik mampu berdiri sendiri, baik secara individu, sosial
maupun susila anak didik dapat mencari nilai-nilai harus mendapat
bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut Islam anak
dilahirkan dalam keadaan lemah dan hanya membawa fitrah, alam
sekitarnyalah yang memberi corak terhadap nilai-nilai hidup atas
pendidikan agamanya.
Menurut Hadits diatas bahwa pada dasarnya anak didik itu
membawa fitrah agama, kemudian tergantung pada pendidikannya dalam
mengembangkan fitrah itu sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangannya. Dengan demikian terlihat begitu penting peranan
pendidikan dalam menanamkan pandangan hidup keagamaan terhadap
anak didik. (MPA. No. 58, 1991:30).
3. Seperangkat Alat Pendidikan dan Problematikanya
Alat merupakan salah satu faktor penunjang dalam proses mengajar
baik sarana fisik maupun sarana non fisik, perangkat keras maupun
perangkat lunak. Alat pendidikan dapat berupa tingkah laku, keteladanan,
anjuran, perintah, larangan dan hukuman. Termasuk cara penyampaian atau
metode yang digunakan. Sehubungan dengan masalah pendidikan dan
pengajaran Al Qur’an Hadits yang berkaitan dengan ala-alat pendidikan,
maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
a) Harus sesuai dengan tujuan.
b) Harus dapat membantu menumbuhkan tanggapan terhadap bahan
pelajaran.
c) Harus merangsang timbulnya minat siswa.
d) Harus sesuai dengan kemampuan guru dan siswa.
e) Harus sesuai dengan situasi dan kondisi.
(Depag, 1997:98).
Berpijak pada uraian di atas, maka di sini akan dikemukakan
beberapa alat pendidikan yang sering ada permasalahan dalam
pelaksanaan dan pengajaran Al Qur’an Hadits.
a) Metode Pengajaran Al Qur’an Hadits
b) Alat-alat pengajaran agama.
c) Alat-alat yang berupa langkah-langkah yang diambil untuk proses
pengajaran. (Zuhairini, dkk, 1993: 37).
a. Metode Pengajaran Al Qur’an Hadits.
Sering kali terjadi problem dalam pengajaran Al Qur’an Hadits
dalam hal metode. Metode adalah cara yang berfungsi sebagai alat
untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menetapkan apakah suatu metode
dapat disebut baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa
faktor. Faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan
dicapai.
Khususnya mengenai metode mengajar di dalam kelas, selain
dari faktor tujuan, faktor murid yang berbagai tingkat kematangannya,
situasi yang berbagai keadaannya, fasilitas yang berbagi kualitas dan
kuantitasnya. Kepribadian guru serta kemampuan profesionalnya yang
berbeda-beda. Dengan memiliki pengertian secara umum mengenai
sifat berbagai metode, baik mengenai kelemahan-kelemahannya,
seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode manakah yang
paling serasi untuk situasi dan kondisi pengajaran yang khusus.
Dengan demikian seorang guru harus bisa mengantisipasi problem
yang munkin timul dalam menyampaikan materi pelajaran.
Dalam pengajaran Al Qur’an Hadits, banyak metode yang
dapat digunakan antara lain:
1) Metode ceramah.
2) Metode diskusi.
3) Metode tanya jawab.
4) Metode pemberian tugas.
5) Metode latihan siap
6) Metode demonstrasi dan eksperimen
7) Metode pemberian tugas belajar
8) Metode kerja kelompok
9) Metode kerja kelompok. 37
Dalam menggunakan metode tersebut harus dipertimbangkan
serta disesuaikan dalam arti apakah metode yang paling baik dan
paling tepat untuk kegiatan dalam situasi dan kondisi yang ada.
Jadi dalam memilih metode harus tahu dan memahami hal-hal
sebagai berikut:
1) Sifat dan jenis kegiatan.
2) Apa yang melatarbelakangi kegiatan tersebut.
3) Dengan tehnik pemecahan yang bagaimana kegiatan itu dapat
diselesaikan.
4) Fasilitas apa saja yang mungkin dipergunakan.
Dengan demikian akan dapat memilih metode yang tepat
sehingga pelaksanaan proses belajar mengajar berhasil dengan baik.
b. Alat-alat pengajaran Al Qur’an Hadits
Dalam melaksanakan pengajaran Al Qur’an Hadits dibutuhkan
alat-alat pengajaran. Alat-alat pengajaran tersebut dibagi dalam
beberapa macam, yaitu :
1) Alat pengajaran klasikal.
37 Zuhairini. Abdul Ghofir. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. UM PRES, 2004, hlm
74
Alat pengajaran klasikal yakni alat-alat pengajaran yang digunakan
oleh guru bersama-sama murid, sebagai contoh : papan tulis, kapur
tulis, tempat sholat dan sebagainya.
2) Alat pengajara individu.
Yakni alat pengajaran yang dimiliki oleh masing-masing guru dan
murid, buku pegangan guru dan buku pegangan murid serta buku
persiapan mengajar untuk guru.
3) Alat peraga.
Yakni alat-alat yang berfungsi memperjelas atau memberikan
gambaran yang kongkrit tentang hal-hal yang diajarkan, terdiri atas
dua macam:
a) Secara langsung.
Misalnya mengajarkan surat pendek.
b) Alat peraga tidak langsung.
Berkaitan dengan perkembangan teknologi modern pada abad
dua puluh ini mengakibatkan timbulnya alat-alat modern yang dapat
dipergunakan dalam bidang pendidikan antara lain :
(1) Visual Aids, yakni alat pendidikan yang dapat diserap melalui
indra penglihatan, seperti gambar-gambar yang diproyeksikan,
gambar-gambar didepan tulis dan sebagainya.
(2) Audio Aids, yakni alat pendidikan yang diserap melalui indra
pendengar, seperti radio, tape dan alat elektronik lainnya.
(3) Audio Visual Aids, yakni alat pendidikan yang dapat diserap
melalui mata dan telinga, seperti televisi, film dan sebainya.
c. Alat-Alat yang Berupa Langkah-Langkah yang Diambil untuk
Kelancaran Proses Belajar Mengajar Al Qur'an Hadits
Mengenai alat-alat dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1) Alat pendidikan preventiv yaitu alat pendidikan yang bersifat
pencegahan yang bertujuan untuk menjaga hal-hal yang
menghambat atau menggangu kelancaran proses pendidikan dapat
dihindarkan. Sedangkan alat-alat yang termasuk alat-alat preventif
adalah :
a) Tata tertib yaitu deretan peraturan yang harus ditaati dalam
situasi atau dalam tata kehidupan tertentu.
b) Anjuran dan perintah, adalah saran atau ajakan untuk
melakukan sesuatu yang berguna.
c) Larangan, adalah suatu keharusan untuk tidak dilakukan.
d) Paksaan adalah suatu perintah dengan kekerasan terhadap anak
untuk melakukan sesuatu.
e) Disiplin adalah adanya kesediaan untuk mematuhi peraturan
dan larangan-larangannya.
2) Alat pendidikan represif, alat pendidikan yang bersifat kuratif atau
korektif yang bertujuan untuk menyadarkan anak unuk kembali
pada hal-hal yang benar, baik dan tertib. Alat represif itu digunakan
bila terjadi sesuatu yang dianggap bertentangan dengan peraturanperaturan.
Adapun yang termasuk alat pendidikan represif itu
antara lain :
a) Pemberitahuan, yakni pemberitahuan pada anak didik yang
telah melakukan sesuatu yang dapat mengganggu atau
menghambat jalannya pendidikan.
b) Teguran, ada sesuatu peraturan kemudian dilanggar oleh anak
padahal dia telah maklum, maka teguran sebagai jalan awal.
c) Peringatan, diberikan pada anak yang telah beberapa kali
melakukan pelanggaran dan telah diberikan teguran pula atas
pelanggarannya.
d) Hukuman, tindakan paling akhir bila teguran dan peringatan
belum mampu mencegah anak melakukan pelangaranpelanggaran.
e) Ganjaran, bila keempat alternatif di atas merupakan alat
pendidikan represif yang kurang menyenangkan, maka
ganjaran adalah sebagai alat pendidikan represif yang
menyenangkan.38
d. Problem yang dihadapi guru berkaitan dengan alat pendidikan
Sehubungan dengan pelaksanaan dan pengajaran Al Qur'an
Hadits, maka problem yang berkaitan dengan alat pendidikan adalah
sebagai berikut :
38 Indrakusuma, Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, Bandung : Rosdakarya, 1973 hlm 40
1) Kurang lengkapnya alat-alat pengajaran pada umumnya sehingga
menghambat kelancaran proses belajar mengajar misalnya sering
terjadi kurangnya buku pegangan bagi murid, buku-buku bacaan
majalah dan lain-lain. Sedangkan disisi lain guru dituntut untuk
menyampaikan materi secara CBSA, bagaimana mungkin bila
sarana yang ada kurang menadai.
2) Guru, harus bisa memberikan manfaat alat pendidikan represif
seperti pemberitahuan, teguran, peringatan, ganjaran dan hukuman
anak untuk memberi semangat dan motivasi dalam belajar.
3) Kurangnya kelengkapan kepustakaan dalam menunjang
keberhasilan pengajaran, hendaknya, diisi dengan berbagai buku
yang relevan sebagaui upaya untuk pengayaan terhadap
pengetahuan dan pengalaman sisiwa.
4) Kurang adanya sarana yang dapat menunjang kegiatan pengajaran
Al Qur'an Hadits.39
4. Lingkungan sekolah dan problemnya
Adapun problematika pengajaran Al Qur’an Hadits yang berkaitan
dengan lingkungan adalah sebagai berikut :
a. Kurang adanya keteladanan dari pihak orang tua sebagai kepala
keluarga terhadap anak dalam mengamalkan syari’at Islam. Hal ini
dimungkinkan oleh keterbatasan waktu pihak orang tua, sehingga tidak
dapat membimbing keagamaan pada anak.
39 Zuhairini. Abdul Ghofir. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. UM PRES, 2004, hlm
100
b. Kurang adanya pengkaderan terhadap generasi muda dalam
masyarakat tentang sistem pengembangan syiar Islam serta adanya
pengaruh dari budaya-budaya asing serta budaya agama lain yang
cenderung lebih ringan dalam masalah pengamalan ibadah, hal ini
sangat berbahaya bagi anak yang lemah imannya.
c. Kurang adanya komunikasi timbal balik antara lingkungan lembaga
formal, informal dan nonformal tentang pentingnya pengajaran Al
Qur’an Hadits bagi kehidupan sehari-hari.
C. Strategi Pembelajaran al-Qur’an Hadits di Sekolah
Mengingat belajar adalah proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau
pemahaman sendiri, maka kegiatan pembelajaran hendaknya memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal itu secara lancar dan termotivasi.
Suasana belajar yang diciptakan guru harus melibatkan siswa secara aktif,
misalnya mengamati, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan, dan
sebagainya. Belajar aktif tidak dapat terjadi tanpa adanya partisipasi siswa.
Terdapat berbagai cara untuk membuat proses pembelajaran yang melibatkan
keaktifan siswa dan mengasah ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses
pembelajaran aktif dalam memperoleh informasi, keterampilan, dan sikap akan
terjadi melalui suatu proses pencarian dari diri siswa. Para siswa hendaknya lebih
dikondisikan berada dalam suatu bentuk pencarian daripada sebuah bentuk reaktif.
Yakni, mereka mencari jawaban terhadap pertanyaan baik yang dibuat oleh guru
maupun yang ditentukan oleh mereka sendiri. Semua ini dapat terjadi ketika siswa
diatur sedemikian rupa sehingga berbagai tugas dan kegiatan yang dilakssiswaan
sangat mendorong mereka untuk berpikir, bekerja, dan merasa.
Strategi pembelajaran berikut ini adalah di antara cara yang dapat digunakan
oleh guru untuk dapat mengaktifkan siswa. Guru diharapkan mengembangkan
atau mencari strategi lain yang dipandang lebih tepat. Sebab, pada dasarnya tidak
ada strategi yang paling ideal. Tiap-tiap strategi mempunyai kelebihan dan
kekurangan sendiri. Hal ini sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai,
pengguna strategi (guru), ketersediaan fasilitas, dan kondisi siswa.
a. Strategi Pembelajaran untuk Mengaktifkan Kelompok
Proses belajar akan lebih efektif jika guru mengkondisikan agar setiap
siswa terlibat secara aktif dan terjadi hubungan yang dinamis dan saling
mendukung antara siswa satu dengan siswa yang lain. Berikut ini, beberapa
strategi pembelajaran dapat digunakan guru untuk mengaktifkan siswa secara
kolektif.
1. Tim Pendengar (listening teami)
Strategi ini dimaksudkan untuk mengaktifkan seluruh siswa dengan
membagi siswa secara berkelompok dan memberikan tugas yang berbeda
kepada tiap-tiap kelompok tersebut. Strategi ini dapat dibuat dengan
prosedur sebagai berikut:
a) Siswa dibagi ke dalam empat kelompok. Setiap kelompok mempunyai
peran dan tugas sendiri-sendiri. Kelompok 1 (sebagai kelompok
penanya) bertugas membuat pertanyaan yang didasarkan pada materi
yang telah disampaikan oleh guru. Kelompok 2 (sebagai kelompok
setuju) bertugas menyatakan poin-poin mana yang disepakati dan
menjelaskan alasannya. Kelompok 3 (sebagai kelompok tidak setuju)
bertugas mengomentari poin mana yang tidak disetujui dan
menjelaskan alasannya. Kelompok 4 (sebagai pembuat contoh)
bertugas membuat contoh atau aplikasi materi yang baru disampaikan
oleh guru.
b) Guru menyampaikan materi pelajaran. Setelah selesai, kelompokkelompok
tersebut diberi waktu untuk melakssiswaan tugas sesuai
dengan yang ditetapkan. Tugas guru hanya memberikan pengarahan
agar empat kelompok tersebut mengemukakan tugasnya dengan baik.
Selain itu, guru juga memberikan komentar jika ada pendapat
kelompok yang menyimpang terlalu jauh dari materi pelajaran.
2. Membuat Catatan Terbimbing (guided note taking)
Dengan strategi ini guru memberikan satu borang yang dipersiapkan untuk
mendorong siswa mencatat selagi guru mengajar. Prosedur dari strategi ini
adalah sebagai berikut:
a. Guru mempersiapkan sebuah hand-out yang menyimpulkan tentang
poin penting dari materi pelajaran yang akan disampaikan.
b. Sebagai ganti dari memberikan teks yang lengkap, guru membuat
bahan pelajaran singkat yang di dalamnya ada bagian-bagian tertentu
yang dikosongkan. Sebagai contoh: Dalam Islam ada dua hal yang
dijadikan sebagai sumber ajaran, yaitu …….. dan ……….. Sumber
yang pertama diturunkan oleh Allah pada tanggal ….. Ramadhan.
Sumber kedua berupa sunnah Nabi yang berupa perbuatan atau ………,
perkataan atau ………., dan ketetapan atau …………
3. Pembelajaran Terbimbing
Dalam strategi ini guru menanyakan satu atau lebih pertanyaan untuk
membuka pelajaran. Cara ini merupakan modifikasi dari strategi ceramah
secara langsung. Prosedur strategi ini adalah:
a. Guru menentukan satu atau sejumlah pertanyaan yang dapat membuka
pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Guru dapat menggunakan
pertanyaan yang mempunya beberapa alternatif jawaban.
b. Guru memberikan bahan materi pelajaran kepada siswa, baik yang
ditulis sendiri maupun melalui buku teks tentang materi yang akan
disampaikan ketika itu. Guru menyuruh siswa untuk mencari jawaban
dari pertanyaan yang telah diberikan melalui bahan tersebut.
c. Siswa menyampaikan hasil temuan atau jawabannya dari pertanyaan
yang diberikan.
4. Perdebatan Aktif (active debate)
Suatu perdebatan dapat menjadi sebuah metode berharga untuk
mengembangkan pemikiran dan refleksi, khususnya jika para siswa
diharapkan mengambil posisi yang bertentangan dengan pendapatnya. Ini
adalah sebuah strategi untuk suatu perdebatan yang secara aktif melibatkan
setiap siswa dalam kelas—bukan hanya orang-orang yang berdebat.
Prosedur dari strategi ini adalah:
a. Guru mengembangkan suatu pernyataan yang berkaitan dengan sebuah
isu kontroversial yang berkaitan dengan mata pelajaran, misalnya
“orang Islam sekarang lebih banyak memanfaatkan bank konvensional
ketimbang bank syari’ah,” atau “banyak di kalangan pelajar yang sudah
menjadi pecandu narkoba.”
b. Guru membagi kelas menjadi dua kelompok debat. Guru memberikan
tugas (secara acak) pada posisi “pro” pada satu kelompok dan posisi
“kontra” pada kelompok yang lain.
c. Selanjutnya, guru membuat dua atau empat sub-kelompok-subkelompok
di dalam masing-masing kelompok debat itu. Dalam sebuah
kelas dengan 24 siswa, misalnya, mungkin dapat dibuat tiga kelompok
pro dan tiga kelompok kontra, masing-masing berisi empat anggota.
Guru meminta kepada tiap-tiap sub-kelompok untuk mengembangkan
argumen-argumen untuk posisi yang ditentukannya, atau guru
memberikan sebuah daftar argumen yang lengkap yang mungkin
diskusikan dan dipilih oleh kelompok. Pada akhir diskusi mereka,
setiap sub-kelompok tersebut memilih seorang juru bicara.
d. Guru mengatur dua sampai empat kursi (tergantung pada jumlah subsub
kelompok yang dibuat untuk tiap sisi/bagian) untuk para juru bicara
kelompok pro dan, menghadap mereka, jumlah kursi yang sama untuk
para juru bicara kelompok kontra. Guru menempatkan siswa yang lain
di belakang team debat mereka. Untuk contoh awal, susunan akan
nampak seperti ini:
X X
X X
X pro kontra X
X X
X X
e. Guru dapat menyuruh siswa untuk memulai “perdebatan” dengan
meminta para juru bicara itu menyampaikan pandangan-pandangan
mereka.
f. Setelah setiap orang telah mendengar argumen-argumen pembuka, guru
dapat menghentikan perdebatan itu dan menggabung kembali sub-sub
kelompok semula. Guru meminta sub-sub kelompok itu untuk membuat
strategi bagaimana mengkounter argumen-argumen pembuka tersebut
dari sisi yang berlawanan. Selain itu, guru menyuruh masing-masing
sub-kelompok untuk memilih seorang juru bicara, lebih baik orang
yang baru.
g. Guru menyuruh siswa untuk memulai “perdebatan” itu. Guru menyuruh
juru-juru bicara itu, ditempatkan berhadapan satu sama lain, untuk
memberikan “kounter argumen”. Ketika perdebatan berlanjut (pastikan
untuk menukar antara dua sisi tersebut), guru mendorong siswa lainnya
untuk mencatat juru-juru debat mereka dengan berbagai argumen atau
bantahan yang disarankan. Selain itu, guru mendorong mereka untuk
menyambut dengan applaus terhadap argumen-argumen dari para wakil
team debat mereka.
h. Ketika guru menganggap bahwa diskusi sudah cukup, perdebatan
tersebut dapat diakhiri. Guru kemudian memberikan ulasan tentang
materi yang diperdebatkan tersebut.
5. Strategi Poin-Kounterpoin
Kegiatan ini merupakan sebuah teknik untuk merangsang diskusi dan
mendapatkan pemahaman lebih mendalam tentang berbagai isu kompleks.
Format tersebut mirip dengan sebuah perdebatan namun kurang formal dan
berjalan dengan lebih cepat. Prosedur strategi ini sebagai berikut:
a. Guru memilih sebuah masalah yang mempunyai dua sisi atau lebih,
misalnya tentang gejala pernikahan dini di masyarakat. Guru dapat
mengarahkan siswa agar mencari faktor penyebab yang memunculkan
fenomena ini.
b. Guru membagi kelas ke dalam kelompok-kelompok menurut jumlah
posisi yang telah ditetapkan, dan guru meminta tiap kelompok untuk
mengungkapkan argumennya untuk mendukung bidangnya. Guru dapat
mendorong siswa bekerja dengan patner tempat duduk atau kelompokkelompok
inti yang kecil.
c. Gabungkan kembali seluruh kelas, tetapi mintalah para anggota dari
tiap kelompok untuk duduk bersama dengan jarak antara sub-sub
kelompok itu. Perdebatan kemudian dimulai.
d. Setelah perdebatan selesai, guru memberikan komentar tentang materi
yang diperdebatkan.
6. Strategi menggabung dua kekuatan (the power of two)
Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan belajar kolaboratif dan
mendorong munculnya keuntungan dari sinergi itu, sebab dua kepala
[orang] tentu lebih baik daripada satu. Prosedur strategi ini sebagai berikut:
a. Guru memberi siswa satu atau lebih pertanyaan yang membutuhkan
refleksi dan pikiran. Sebagai contoh : mengapa puasa dapat
menyehatkan tubuh? Bagaimana cara berwudlu yang baik dan benar?
Mengapa orang fakir dan miskin perlu disantuni?
b. Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan sendiri-sendiri.
c. Setelah semua melengkapi jawabannya, guru membentuk siswa ke
dalam pasangan dan meminta mereka untuk berbagi (sharing)
jawabannya dengan jawaban yang dibuat teman yang lain.
d. Guru memintal pasangan tersebut untuk membuat jawaban baru untuk
masing-masing pertanyaan dengan memperbaiki respon masingmasing
individu.
e. Ketika semua pasangan selesai menulis jawaban baru, guru
membandingkan jawaban dari tiap-tiap pasangan ke pasangan yang
lain.
7. Pertanyaan Kelompok (team quiz)
Teknik tim ini dapat meningkatkan kemampuan tanggung jawab siswa
tentang apa yang mereka pelajari melalui cara yang menyenangkan dan
tidak menakutkan. Prosedur strategi ini adalah sebagai berikut:
a. Guru memilih topik yang dapat dipresentasikan dalam tiga bagian,
misalnya tentang pernikahan dan perceraian dalam Islam.
b. Guru membagi siswa menjadi tiga kelompok
c. Guru menjelaskan bentuk sesinya dan memulai presentasi. Guru
membatasi presentasi sampai 10 menit atau kurang.
d. Guru meminta tim A menyiapkan quiz yang berjawaban singkat. Quiz
ini tidak memakan waktu lebih dari lima menit untuk persiapan. Tim B
dan C memanfaatkan waktu untuk meninjau lagi catatan mereka.
e. Tim A menguji anggota tim B. Jika Tim B tidak bisa menjawab, Tim C
diberi kesempatan untuk menjawabnya.
f. Tim A melanjutkan ke pertanyaan selanjutnya kepada anggota Tim C,
dan mengulangi proses yang sama.
g. Ketika quiz selesai, guru melanjutkan pada bagian kedua pelajaran, dan
menunjuk Tim B sebagaai pemimpin quiz.
h. Setelah Tim B menyelesaikan ujian tersebut, guru melanjutkan pada
bagian ketiga dan menentukan tim C sebagai pemimpin quiz.
b. Strategi Pembelajaran untuk Mengaktifkan Individu
1. Strategi membaca dengan keras (reading aloud)
Membaca suatu teks dengan keras dapat membantu siswa memfokuskan
perhatian secara mental, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, dan
merangsang diskusi. Strategi tersebut mempunyai efek pada memusatkan
perhatian dan membuat suatu kelompok yang kohesif. Prosedur dari
strategi ini adalah sebagai berikut:
a. Guru memilih sebuah teks yang cukup menarik untuk dibaca dengan
keras, misalnya tentang manasik haji. Guru hendaknya membatasi
dengan suatu pilihan teks yang kurang dari 500 kata.
b. Guru menjelaskan teks itu pada siswa secara singkat. Guru
memperjelas poin-poin kunci atau masalah-masalah pokok yang dapat
diangkat.
c. Guru membagi bacaan teks itu dengan alinea-alinea atau beberapa cara
lainnya. Guru menyuruh sukarelawan-sukarelawan untuk membaca
keras bagian-bagian yang berbeda.
d. Ketika bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru menghentikan di beberapa
tempat untuk menekankan poin-poin tertentu, kemudian guru
memunculkan beberapa pertanyaan, atau memberikan contoh-contoh.
Guru dapat membuat diskusi-diskusi singkat jika para siswa
menunjukkan minat dalam bagian tertentu. Kemudian guru melanjutkan
dengan menguji apa yang ada dalam teks tersebut.
2. Setiap Orang adalah Guru (Everyone is a teacher here).
Ini merupakan sebuah strategi yang mudah guna memperoleh partisipasi
kelas yang besar dan tanggung jawab individu. Strategi ini memberikan
kesempatan pada setiap siswa untuk bertindak sebagai seorang “pengajar”
terhadap siswa lain.
Prosedur dari strategi ini adalah:
a. Guru membagikan kartu indeks kepada setiap siswa. Guru meminta
para peserta menulis sebuah pertanyaan yang mereka miliki tentang
materi pelajaran yang sedang dipelajari di dalam kelas atau topik
khusus yang akan mereka diskusikan di kelas. Misalnya ketika materi
pelajaran tentang zakat, maka mereka membuat pertanyaan yang
berkaitan dengan zakat.
b. Guru mengumpulkan kartu, mengocok dan membagikan satu pada
setiap siswa. Guru meminta siswa membaca diam-diam pertanyaan atau
topik pada kartu dan pikirkan satu jawaban.
c. Guru memanggil sukarelawan yang akan membaca dengan keras kartu
yang mereka dapat dan memberi respon.
d. Setelah diberi respon, guru meminta pada yang lain di dalam kelas
untuk menambahkan apa yang telah disumbang oleh sukarelawan
tersebut.
e. Guru melanjutkan proses itu selama masih ada sukarelawan.
3. Menulis Pengalaman secara Langsung (writing in the here and now)
Menulis dapat membantu siswa merefleksikan pengalaman-pengalaman
yang telah mereka alami. Prosedur dari strategi ini adalah:
a. Guru memilih jenis pengalaman yang diinginkan untuk ditulis oleh siswa.
Ia bisa berupa peristiwa masa lampau atau yang akan datang. Diantara
contoh yang dapat diangkat adalah memandikan jenazah, melakukan
ibadah haji, atau sahur pada bulan Ramadhan.
b. Guru menginformasikan kepada siswa tentang pengalaman yang telah
dipilih untuk tujuan penulisan reflektif. Guru memberitahu mereka bahwa
cara yang berharga untuk merefleksikan pengalaman adalah
mengenangkan atau mengalaminya untuk pertama kali di sini dan saat
sekarang. Dengan demikian tindakan itu menjadikan pengaruh lebih jelas
dan lebih dramatik dari pada menulis tentang sesuatu di “sana dan
kemudian” atau di masa depan yang jauh.
c. Guru memerintahkan siswa untuk menulis, saat sekarang, tentang
pengalaman yang telah dipilih. Perintahkan mereka untuk memulai awal
pengalaman dan menulis apa yang sedang mereka dan lainnya lakukan dan
rasakan. Guru menyuruh siswa untuk menulis sebanyak mungkin yang
mereka inginkan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dan perasaanperasaan
yang dihasilaknnya.
d. Guru memberikan waktu yang cukup untuk menulis. Siswa seharusnya
tidak merasa terburu-buru. Ketika mereka selesi, guru mengajak mereka
untuk membacakan tentang refleksinya.
e. Guru mendiskusikan hasil pengalaman siswa tersebut bersama-sama.
D. Faktor faktor yang mempengaruhi pembelajaran Al-Qur’an Hadits di
Kelas Sekolah
Pembelajaran terkait bagaimana (how to) membelajarkan siswa atau
santri atau bagaimana membuat santri dapat belajar dengan mudah dan
terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa (what to) yang
teraktualisasikan dalam kurikulum (kurikulum pesantren) sebagai
kebutuhan (needs) santri.karena itu, pembelajaran berupaya menjabarkan
nilai-nilai yang terkandung dalam kurikulum (pesantren) dengan
menganalis tujuan pembelajaran dan karakteristik isi bidang studi
pendidikan agama yang terkandung ddi dalam kurikulum.
Dalam pembelajaran terdapat tiga komponen atau faktor utama yang
saling mempengaruhi dalam proses pembelajaran pendidikan agama.
Ketiga komponentiu adalah: (1) kondisi pembelajaran (pembelajaran Al-
Qur’an Hadits); (2) metode pembelajaran Al- Qur’an Hadits; (3) hasil
pembelajaran Al-Qur’an40
1. Faktor Kondisi
Faktor kondisi ini berinteraksi denagan pemilihan, penetapan, dan
pengembangfan metode pembelajaran Al-Qur’an Kondisi pembelajaran
Al-Qur’anadalah semua faktor yang mempengaruhi penggunaan metode
pembelajaran Al-Qur’an Karena itu perhatian kita adalah berusaha
mengientifikasikan dan mendiskripsikan faktor yang kondisi
pembelajaran, yaitu (1) tujuan dan karakteristik bidang studi Al- Qur’an
Hadits, (2) kendala dan karakteristik bidang studi Al- Qur’an Hadits, (3)
karaktristik peserta didik.41
2. Faktor Metode
Metode pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi: (1) strategi
pengorganisasian, (2) strategi penyampaian, dan (3) strategi pengelolahn
40 Muhaimin dkk. Paradigma Pendidikkan Islam, (Suatu Upaya Meng Efektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah), (Bandung,, Rosda Karya. 2002), Hal. 146
41 Ibid., hal 150
pembelajaran. Metode pembelajaran Al-Qur’andidefinisikan sebagai caracara
tertentu yang paling cocok untuk dapat digunakan dalam mencapai
hasil pembelajaran Al-Qur’anyang berada dalam kondisi pembelajaran
tertentu. Karena itu, metode pembelajaran Al-Qur’andapat berbeda-beda
menyesuaikan dengan hasil pembelajaran dan kondisi pembelajaran yang
berbeda pula. Sedangkan metode pembelajaran Al-Qur’anbanyak sekali,
metode Al-Nahdhiyah, metode Iqro’, metode Qiroaty, metode Tartila dan
lain-lain. Selain dari pada itu metode pembelajaran agama (Al- Qur’an
Hadits) banyak sekali, antara lain metode ceramah, Tanya jawab, diskusi
dan lain-lain.
3. Faktor Hasil
Hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi kefektifan,
efisiensi, dan daya tarik. Keefektifan belajar dapat diukur dengan kriteria:
(1) kecermatan penguasaan kemampuan atau prilaku yang dipelajari, (2)
kecepatan unjuk kerja sebagai beuntuk hasil belajar, (3) kesesuaian dengan
prosedur kegiatan belajar yang harus ditempuh, (4) kuantitas unjuk kerja
sebagai bentuk hasil belajar, (5) kualitas hasil akhir yang dapat dicapai, (6)
tingkat alih belajar, dan (7) tingkat retensi belajar. Sedangkan efesiensi
hasil pembelajaran dapat diukur dengan rasio antara kefektifan dengan
jumlah waktu yang digunakan atau dengn jumlah biaya yang dikeluarkan.
Dan daya tarik pembelajaran biasanya dapat diukur dengan mengamati
kecenderungan peserta didik untuk berkeinginan terus belajar.42
42 Ibid., hal 156
Dalam pelaksanaan pendidikan secara keseluruhan maka perlu dapat
diperhatikan faktor-faktor pendidikan. Yang mana hal itu mempunyai
pengaruh sangat besar atau salah satu penentu keberhasilan suatu
pendidikan.
Faktor-faktor yang mendukung dalam keberhasilan pendidikan sebagai
berikut:
1. Faktor Siswa
Siswa atau peserta didik (santri) termasuk faktor yang penting, karena
lembaga pendidikan itu ada karena ada siswanya. Kalau tidak ada
siswanya maka tidak akan terjadi pembelajaran. Menurut Sastropradja,
anak menurut Al-Ghazali diistilahkan dengan sebutan “Thalb al-Ilmi”
penuntut ilmu pengetahuan atau anak yang sedang mengalami
perkembangan jasmani dan rohani sejak awal hingga ia meninggal dunia43
Menurut Al-Abrasyi kewajiban-kewajiban yang harus diperhatikan
oleh anak adalah sebagai berikut:
a. Harus membersihkan hatinya sebelum belajar
b. Belajar untuk mengisi jiwanya dengan fadilah, mendekatkan diri
kepada Allah, bukan untuk membanggakan diri.
c. Bersedia mencari ilmu rela meninggalkan keluarga dan tanah air.
d. Menghormati dan memuliakan guru
e. Bersungguh-sungguh dan tekun belajar
f. Bertekad belajar hingga akhir hayat.
43 Arief, Pengantar Ilmu Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta, Ciputat Pers 2002), Hal.
74
Sedangkan dalam kitab “Ta’limul Muta’allim “ yang di tulis Imam
Zarnuji Sayidina Ali bersyair,
أََلاََ لاََ تَنَالُ الْعِلْمَ اِلاَّ بِسِتَّةٍ ﴿﴾ سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَابِبَيَانِ
ذَآَاءٌوَحِرْصٌ وَاصْطِبَارٌوَبُلْغَةٌ ﴿﴾ وَاِرْشَادُ أُسْتَاذٌ وَطُوْلُ زَمَانِ
“Ingatlah,kamu tidak akan meraih ilmu keculi dengan enam hal yang
akan kuterangkan semuanya berikut ini.
Yaitu, kecerdasan, minat yang besar,kesabaran, bekal yang cukup,
petunjuk guru dan waktu yang cukup lama.”44
2. Faktor Guru
Guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
bimbingan atau bantuan terhadap anak didik dalam perkembangan jasmani
dan rohaninya, agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan
tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi dan sebagai makhluk sosial
dan individu yang sanggup berdiri sendiri.
a) Peranan pendidik atau guru menurut Sudjana ada tiga yaitu:
1) Peran guru sebagai pemimpin belajar, artinya merencanakan,
mengorganisasi, melaksanakan, dan mengontol kegiatan siswa ketika
belajar.
2) Guru sebagai fasilitator belajar, artinya guru meberikan kemudahankemudahan
pada siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya. Adapun
44 A. Ma’ruf Asrori, Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu (Terjemah Ta’lim Muta’alim),
(Surabya, Al-Miftah. 1996), Hal. 26.
kemudahan tersebut bisa diupayakan dengan berbagai beuntuk
diantaranya; menyediakan alat atau sumber belajar.
3) Guru sebagai moderator belajar, artinya sebagai menampung persoalan
yang diajukan siswa dan mengembalikan lagi persoalan tersebut
kepada siswa lain.45
b) Syarat pendidik dalam pandangan pendidikan Islam, sebagai berikut:
1) Taqwa kepada Allah. Guru menjadi tauladan bagi siswa-siswinya,
guru digugu dan ditiru (pepatah jawa), di contoh gerak geriknya dan di
segani perkataannya.
2) Berilmu, artinya mampu dan mau mengajarkan ilmunya kepada orang
lain
3) Sehat jasmani dan rohani اَلْعَقْلُ السَّالِمُ فِىالْجِسْمِ السَّلِمُ Akal yang sehat
terdapat pada tubuh yang sehat. “mensana incorpoe sano”. Kesehatan
badan (jasmani) sangat mempengaruhi semangat bekerja.
4) Berkelakuan baik. Berbudi pekerti luhur, sesuai dengan sebagian dari
tujuan pendidikan adalah membeuntuk akhlak yang baik
Bertolak dari hal tersebut Humam, menjelaskan tentang syarat-syarat
dalam mengajarkan Al-Qur’an” bahwa keberhasilan proses pembelajaran
tergantung dari kualitas dan kuantitas gurunya". Sedangkan syarat menjadi
ustadz dan ustadzah adalah: (1) penguasaan ilmu tajwid; (2) Kepribadian
45 Sudjana, Cara Siswa Belajar Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung, Sinar
Baru Algesindo, 1989), Hal. 32-33.
akhlak dan kemampuan mengajarnya; (3) sifat kebapakan dan keibuan;
dan (4) tingkat pendidikan.46
Menurut Taufiqurahman, kriteria yang harus dimilki oleh guru agar
menjadi tenaga yang profesional di bidang pembelajaran Al-Qur’anantara
lain: 47
a. Guru harus mampu menguasai ilmu tajwid baik secara teoritis maupun
praktis.
b. Guru harus mampu membaca ayat-ayat suci Al-Qur’andengan
artikulasi yang baik, benar dan fasih (mujawwid dan murottil).
c. Guru telah lulus ditashih dengan baik dan benar.
d. Guru memahami secara baik dan benar tentang konsepsi metode
(jibril) da implementasinya, serta memahami berbagai metodologi
pembelajaran baca tulis Al-Qur’andan perkembangannya.
e. Guru harus selalu berusaha menambah wawasan keilmuan, baik yang
berhubungan dengan ilmu Al-Qur’anmaupun dengan ilmu lainnya.
f. Guru harus mampu menganalisi kesalahan (lahn), baik lahn khofy
(samar) maupun jaly (jelas), yang ia temuai pada diri santri, dan ia bisa
membenarkannya dengan cara yang baik dan bersifat edukatif.
g. Guru harus mampu menerapkan metode (jibril) secara konsisten dan
kreatif dalam memngembangkannya dengan teknik-teknik
46 Humam. Pedoman Pengelolahan, Pembinaan Dan Pengembangan TKA-TPA
Nasional., (Yogyakarta. Balai Penelitian dan Pengembangan System Pembelajaran Baca Tulis Alqur’an.
AMM. 1993), Hal. 19.
47 H.R. Taufiqurrahman. MA. Metode Jibril Metode PIQ-Singosari Bimbingan KHM.
Bashori Alwi, ( Malang. IKAPIQ Malang. 2005), Hal. 69-70.
pembelajaran yang variatif, agar pembelajaran berlangsunbg efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan yang dinginkan.
h. Guru mamapu menggunakan media pembelajaran dengan baik dan
benar dan mampu menyampaikan materi pelajaran dengan jelas dan
akurat, disesuaikan dengan kemampuan para santri.
i. Guru harus selalu memotivasi santri, menghidupkan suasana kelas
yang dinamis, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi
pembelajaran Al-Qur’an
j. Guru harus mampu memenejemen lembaga pendididkan Al-Qur’andan
dan terus menjalin kerjasam dengan lembaga pendidikan lainnya.
Tertama PIQ sebagai sumber utama dan cabang-cabangnya.
k. Guru harus beradab denagn tatakaram qur’any, baik secara lahiriyah
maupun bathiniyah. Adab-adab lahiriyah seperti: bersuci, beraroma
wangi, menjaga kebersihan lingkungan belajar, berpenampilan
menarik, bersikap terpuji dan sebagainya. Sedangkan adab-adab
bathiniyah seperti sifat khusy, selalu bertafakkur dan tadabburdan
sebagainya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar