PROSES PEMBENTUKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA
DINI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah Subhanau Wata’ala, yang selalu memberikan hidayah dan inayahNya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar, dengan judul “PROSES PEMBENTUKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA
DINI”.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih
jauh dari sempurna. Dengan segala keterbatasan yang ada ini, penulis, sangat
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dan inovatif dari berbagai pihak
demi perbaikan dimasa yang akan datang. Atas segala saran dan bantuan dari
berbagai pihak, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT memberikan
balasan yang setimpal sehingga kita selalu berada dalam keadaan yang
diridhoi-Nya, Amin.
Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan bagi siapa saja yang merasa dapat manfaatnya,
khususnya para pendidik anak usia dini.
Pontianak, Desember 2014
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar
……………………………………………………………. i
Daftar Isi
………………………………………………………………….. ii
A.
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
………………………………………….. 1
2.
Rumusan Masalah
………………………………………………… 1
3.
Tujuan Penulisan
…………………………………………………. 1
B.
BAB II PROSES PEMBENTUKAN KETERAMPILAN
SOSIAL ANAK USIA DINI
1.
Proses Pembentukan Keterampilan
Sosial Anak Usia Dini 2
2.
Macam Keterampilan Sosial Anak
Usia Dini 3
3.
Konsep Pembentukan Karakter
Sosial Usia Dini 4
4.
Prosedur Pembentukan Keterapilan Sosial Anak Usia Dini 4
5.
Tahapan Pembentukan
Keterampilan Sosial Anak Usia Dini 5
C.
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan ……………………………………………………… 7
2.
Saran ……………………………………………………………. 7
DAFTAR PUSTAKA ………………………. ………………………. 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Sisdiknas No. 20/2003 menyatakan bahwa Pendidikan AUD
merupakan proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga 6 tahun secara
menyeluruh pada aspek fisik-intelektual (kognitif dan bahasa), emosi serta
sosial moral, agar dapat berkembang secara optimal. Kehidupan manusia tidak
mungkin bersih dari perbedaan dengan orang lain, baik antar individu maupun
antar kelompok sosial. Modal anak untuk mengatasi perbedaan individu ini adalah
keterampilan sosial. Keterampilan sosial merupakan salah satu kemampuan yang
harus dimiliki sejak dini agar individu tersebut mampu menghadapi problema
hidup dalam kaitannya sebagai makhluk sosial yang selalu terus-menerus berinteraksi.
Keterampilan sosial ini tidaklah terbentuk secara tiba-tiba, namun
merupakan imitasi dan pembiasaan dari lingkungan terdekat anak. Keterampilan
sosial perlu dibiasakan sejak dini karena anak akan membawa kebiasaannya
tersebut hingga dewasa.
B. Rumusan Masalah
Anak tumbuh dan berkembang bersama lingkungan yang ada. Segala yang
dia lihat,dia dengar dan dia rasakan, ingin ditiru dan diulang. Semua yang ada
sangat mempengaruhi proses pembentukan keterampilan sosial anak tersebut. Untuk
mengetahui hal-hal tersebut terdapat beberapa pertanyaan, diantaranya:
1.
Bagaimana proses pembentukan
keterampilan sosial anak usia dini?
2.
Berapa macam keterampilan
sosial anak usia dini?
3.
Bagaimana konsep pembentukan
karakter sosial usia dini?
4.
Bagaimana prosedur pembentukan keterapilan sosial anak usia dini?
5.
Bagaimana tahapan pembentukan
keterampilan sosial anak usia dini?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1.
Kita dapat mengetahui proses
pembentukan keterampilan sosial anak usia dini?
2.
Kita dapat mengetahui berapa
macam keterampilan sosial anak usia dini?
3.
Kita dapat mengetahui konsep
pembentukan karakter sosial usia dini?
4.
Kita dapat mengetahui prosedur pembentukan keterapilan sosial anak usia dini?
5.
Kita dapat mengetahui tahapan
pembentukan keterampilan sosial anak usia dini?
BAB II
PROSES PEMBENTUKAN KETERAMPILAN
SOSIAL ANAK USIA DINI
A. Proses Pembentukan Keterampilan
Sosial Anak Usia Dini
Pendidikan moral pada usia dini harus dilakukan sejak anak
dilahirkan, dan pada usia di bawah 2 tahun dapat dilakukan hanya dengan memberikan
kasih sayang sebesar-besarnya kepada anak. Menurut Thomas Lickona, “Love lights the lamp of human development.
If we wish to raise good children, we should begin by giving them our love”
(Budiningsih, Asri C.: 2005). Ibaratnya sebuah bejana kosong, kalau diisi air
“cinta dan kasih sayang” maka bejana tersebut hanya berisi air kesucian. Ketika
anak dewasa, bejana (hati) ini hanya akan menebarkan kesucian dan kebajikan
dalam perjalanan hidupnya. Apabila yang diterima adalah umpatan, dan
contoh-contoh yang buruk, maka sifat-sifat seperti inilah yang akan disebarkan
dalam perjalanan hidupnya. Oleh karena itu, orang tua (khususnya ibu) perlu
sekali untuk mencium, memberikan kata-kata manis, dan mendendangkan cinta
kepada bayi-bayi mereka.
Menurut Darsono Max (2001) “Seorang anak yang siap untuk masuk usia
sekolah harus sudah dibekali dengan kesadaran emosi seperti rasa bersalah, rasa
malu, perasaan disakiti, bangga, dan sebagainya”. Anak-anak pada usia
pra-sekolah harus sudah dapat membedakan beberapa jenis emosi yang
dirasakannya, sehingga mereka tidak menjadi bingung tentang nilai-nilai dari
emosi yang dirasakan oleh mereka. Misalnya, seorang anak yang merasa iba kepada
seorang anak yang dikucilkan, sedangkan seluruh kawan-kawannya mengejek anak
tersebut. Anak tersebut akan mempunyai rasa ambivalen antara rasa empati dan
rasa takut untuk dikatakan pengecut karena tidak mau terlibat untuk turut
mengejek anak yang dikucilkan tersebut. Anak harus tahu bahwa merasa empati
kepada anak yang dikucilkan adalah perasaan yang lebih baik yang harus diikuti.
Oleh karena itu, pendidikan karakter di sekolah, terutama pada usia
TK dan SD, juga perlu dilakukan, tentunya disesuaikan dengan tahap perkembangan
umur anak. Hal ini berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila yang selaim ini
dilakukan yang hanya menyentuh aspek akademik (hafalan dan pengetahuan saja),
tetapi tidak melibatkan aspek emosi (feeling)
dan perilaku (acting).
B. Macam Keterampilan Sosial
Anak Usia Dini
Beberapa hasil penelitian menunjukkan masih banyak anak TK (PAUD) yang
memilih cara agresif dalam penyelesaian konflik, hasil penelitian lain
menunjukkan cara tersebut akan dibawa hingga dewasa. Pemahaman pendidik TK (PAUD)
dalam kajian keterampilan sosial sangat minim dan beberapa bentuk program yang ada
dilakukan dengan tidak sadar atau terprogram dengan jelas.
Pendidik PAUD atau Taman
Kanak-kanak belum terbiasa untuk melakukan stimulasi keterampilan sosial yang terprogram
dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat tiga alasan pendidik
PAUd yang belum terbiasa melakukan stimulasi, yaitu;
- Pendidik sebagian besar sudah mengimplementasikan social skill dalam proses kegiatan belajar di PAUD atau TK, namun pada hasil kualitatif, terlihat bahwa sebagian besar pendidik belum memahami secara betul makna social life skill.
- Usaha penanaman social life skill belum terprogram dalam kegiatan yang direncanakan, melainkan hanya secara implisi disertakan pada kegiatan-kegiatan lain.
- Usaha pendidik dalam memahami macam keterapilan anak didik masih belum terencana atau diprogramkan. Bila sudah direncanakan atau diprograkan akan dapat dilaksanakan secara sadar sistematik, sehingga tujuan yang ingin dicapai secara eksplisit dapat dijadikan pedoman target yang jelas.
Sedangkan maca-macam keterapilan yang dimiliki oleh anak didik di
PAUD adalah rasa empati, penuh pengertian, tenggang rasa, kepedulian pada sesame,
komunikasi dua arah/ hubungan antar pribadi, kerjasama, tata krama/kesopanan, kemandirian,
dan rasa tanggung jawab sosial. Dari beberapa uraian di atas dapat dikemukakan bahwa
ketrampilan sosial adalah keterampilan atau strategi yang digunakan untuk memulai
ataupun mempertahankan suatu hubungan yang positif dalam interaksi sosial, yang
diperoleh melalui proses belajar dan bertujuan untuk mendapatkan hadiah atau
penguat dalam hubungan interpersonal yang dilakukan.
C. Konsep Pembentukan
Karakter Sosial Usia Dini
Pengembangan karakter anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan
terutama dari orangtua. Anak belajar untuk mengenal nilai-nilai dan perilaku
sesuai dengan nilai-nilai yang ada dilingkungannya tersebut. Dalam pengembangan
karakter social anak, peranan orang tua dan guru sangatlah penting, terutama
pada waktu anak usia dini.
Berbagai bentuk kejahatan dan tindakan tidak bermoral dikalangan
anak menunjukan bahwa anak didik kita belum memiliki karakter social yang baik.
Hal ini perlunya pengembangan karakter yang sesuai dengan anak, yang tidak
sekedar pengetahuan, dan doktrinasi, tetapi lebih menjangkau dalam wilayah
emosi anak.
Usaha atau upaya yang dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dalam
membangun karakter anak usia dini adalah:
1.
Memperlakukan anak sesuai
dengan karakteristik anak.
2.
Memenuhi kebutuhan dasar anak
antara lain kebutuhan kasih sayang, pemberian makanan yang bergizi.
3.
Pola pendidikan guru dengan
orangtua yang dilaksanakan baik dirumah dan di sekolah saling berkaitan.
4.
Berikan dukungan dan
penghargaan ketika anak menampilkan tingkah laku yang terpuji.
5.
Berikan fasilitas lingkungan
yang sesuai dengan usia perkembangannya.
6.
Bersikap tegas, konsisten dan
bertanggungjawab
D. Prosedur Pembentukan Keterapilan Sosial Anak
Usia Dini
Prosedur membentuk karakter anak dimulai sejak dini, paling tidak
anak berusia dua tahun. Apabila masa usia 2 tahun pertama anak sudah
mendapatkan cinta, maka sangat mudah anak tersebut dibentuk menjadi manusia
yang berakhlak mulia. Menurut hasil penelitian, anak-anak usia 2 tahun sudah
dapat diajarkan nilai-nilai moral, bahkan mereka sudah dapat mempunyai perasaan
empati terhadap kesulitan atau penderitaan orang lain.
Misalnya, ketika ia melihat raut wajah ibunya yang sedih, ia dapat
mengekspresikan empatinya. Dikatakan bahwa rasa empati adalah sifat alami yang
sudah ada sejak anak dilahirkan yang merupakan sumber dari moralitas individu,
seperti rasa iba dan rasa ingin berbuat baik, termasuk perasaan bersalah dan
malu kalau melakukan hal-hal yang tidak baik. Sedangkan bagaimana empati dapat
terus tumbuh subur adalah tergantung dari emotional
bonding dengan ibunya pada usia-usia awal kehidupan seorang anak.
Mengenai prosedur pembentukan
keterapilan sosial anak usia
dini yaitu saat usia anak paling tidak berusia dua tahun. Kemudian anak yang
berusia dua tahun tersebut harus dibekali
dengan kesadaran emosi seperti rasa bersalah, rasa malu, perasaan disakiti,
bangga, dan sebagainya. Menurut Hamalik,
Oemar (2004), seorang anak yang siap untuk masuk usia sekolah harus sudah
dibekali dengan kesadaran emosi seperti rasa bersalah, rasa malu, perasaan
disakiti, bangga, dan sebagainya.
Anak-anak pada usia pra-sekolah harus sudah dapat membedakan
beberapa jenis emosi yang dirasakannya, sehingga mereka tidak menjadi bingung
tentang nilai-nilai dari emosi yang dirasakan oleh mereka. Misalnya, seorang
anak yang merasa iba kepada seorang anak yang dikucilkan, sedangkan seluruh
kawan-kawannya mengejek anak tersebut. Anak tersebut akan mempunyai rasa
ambivalen antara rasa empati dan rasa takut untuk dikatakan pengecut karena
tidak mau terlibat untuk turut mengejek anak yang dikucilkan tersebut. Anak
harus tahu bahwa merasa empati kepada anak yang dikucilkan adalah perasaan yang
lebih baik yang harus diikuti.
Oleh karena itu, pendidikan karakter di sekolah, terutama pada usia
TK dan SD, juga perlu dilakukan, tentunya disesuaikan dengan tahap perkembangan
umur anak. Hal ini berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila yang selaim ini
dilakukan yang hanya menyentuh aspek akademik (hafalan dan pengetahuan saja),
tetapi tidak melibatkan aspek emosi (feeling)
dan perilaku (acting).
E. Tahapan Pembentukan
Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Pembentukan keterampilan sosial anak usia dini ada tiga hal yang
berlangsung secara terintegrasi.
Kesatu, anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa yang
harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik.
Kedua, anak mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci
perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat
kebajikan. Misalnya, anak tak mau mencuri, karena tahu mencuri itu buruk, ia
tidak mau melakukannya karena mencintai kebajikan.
Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya.
Lewat proses sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak. Ia
memulainya dari cinta Tuhan yang Maha Esa dan alam semesta beserta isinya;
tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; kejujuran; hormat dan santun; kasih
sayang, kepedulian, dan kerja sama; percaya diri, kreatif, kerja keras, dan
pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati; toleransi,
cinta damai, dan persatuan.
Tujuan mengembangkan keterampilan sosial anak usia dini adalah mendorong
lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak
akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmenya untuk melakukan berbagai hal yang
terbaik dan melakukannya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup.
Membangun karakter yang efektif, ditemukan dalam lingkungan sekolah yang
memungkinkan semua anak menunjukan potensi mereka untuk mencapai tujuan yang
sangat penting. (Salim, Agus dkk: 2004).
BAB III
PENUTUP
3.
Kesimpulan
Dari materi yang kami bahas mengenai “PROSES PEMBENTUKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI” dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan
pendidikan awal, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Dalam
hal ini peran orang tua sangat penting, karena orang tua adalah pengenalan
pertama tentang pendidikan.
Pada masa usia dini anak harus memenuhi aspek-aspek perkembangan seperti
moral, bahasa, kognitif, emosi, social, dan agama. Setiap anak memiliki
perkembangan yang berbeda, karena cara pola asuh mereka tidak sama. Ali bin Abi
Tholib as, mengatakan “didik dan ajarilah mereka (istri dan anak-anak) hal-hal
kebaikan”. Risalah Hadist Nabi telah menjustifikasi akan pentingnya pendidikan
anak usia dini. Dalam hadist diterangkan bahwa “ Setiap anak dilahirkan atas
fitrah, sehingga lancar lidahnya, maka orang tuanya yang menjadikan dia
beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
4.
Saran
Sebaiknya dalam membina dan mendidik anak harus memperhatikan
tahapan-tahapan seperti memilih istri yang sholehah, membiasakn anak untuk
mengerjakan sholat, memberikan teladan yang baik, menjauhkan mereka dari
teman-teman yang buruk, membentengi diri mereka dari hal-hal yang merusak
akhlak mereka, mengajarkan nilai-nilai luhur dalam ajaran Islam, bersikap adil,
mendo’akan kebaikan bagi mereka.
Dan dengan itu pula penulis mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi kebaikan makalah yang berikutnya. Karena apa yang
penulis buat ini sangat jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Budiningsih, Asri C. 2005.
Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
2.
Darsono, Max. 2001. Belajar dan
Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
3.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses
Belajar Mengajar. Jakarta:
Bumi Aksara.
4.
Salim, Agus dkk. 2004. Indonesia
Belajarlah. Semarang: Gerbang Madani Indonesia.